Tarakan, Dulu dan Sekarang (part 2)

Tarakan sekarang, sudah lebih maju! Sudah ada mall, Grand Tarakan Mall, walaupun tak sebanding dengan mall-mall di Jakarta. Sayangnya belum ada Studio 21 apalagi XXI, makanya Pupule tiap pulang ke Bogor pasti mborong DVD. Ada universitas juga, gedungnya megah besar, Universitas Borneo Tarakan namanya. Tapi kayaknya kuliah di situ minimal harus punya motor atau tebengan motor ^^; Jauuuh banget dan ga ada (atau jarang?) angkot yang lewat.

Di jalan, banyak terlihat tulisan ‘Milo’. Restoran Milo, Toko Milo, Milo Bakery, Warung Kopi NesMilo. Menurut Pupule, itu semua pemiliknya bersaudara. Kenapa Milo? Karena konon, dulu tokonya menjual susu Milo impor dari Malaysia, jadi terkenal dengan nama toko Milo. Dan akhirnya buka cabang macam-macam juga menggunakan nama Milo. Karena dekat dengan Malaysia, snack di Tarakan kebanyakan memang Malaysia punya.

Di tengah kota ada hutan kota, mirip Kebun Raya Bogor, tapi yang ini isinya hanya pohon mangrove alias bakau. Judulnya Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan. Sayangnya, menurut pemandu di situ, bekantan termasuk hewan pemalu. Jadi susaaah banget kalau mau melihat mereka dari dekat. Sempet lihat sih dari jauh, lagi pada ngumpul arisan, eh… makan pisang. Terpaksa puas hanya dengan patungnya ^^;

Empat hari di sana, saya mabok seafood! Kakap asam manis, sup perut ikan kepiting *perut ikan itu maksudnya kulit ikan bagian perut yang dikeringkan, terus dimasukkan ke dalam sup jadi kenyal-kenyal*, ikan kerapu bakar, bubur ikan, kepiting lada hitam, kepiting asam manis, udang galah Tarakan yang besar-besar itu, cikong *kaki kepiting tanpa kulit yang dibalut tepung jadi kayak tempura*. Nyammm.

Maaf, tak ada foto-foto makanan. Karena begitu makanan datang langsung diserbu, dan begitu ingat untuk mengabadikan, sudah ludes tak bersisa.

Tak ada menu ayam selama kami di sana, paling burung dara goreng. Dan saya dikenalkan pada sayur yang langsung jadi sayur favorit. Rasanya manis, segar. Sayur pucuk namanya. Entah pucuk tanaman apa, Pupule ditanya juga tak tahu. Di hari terakhir kami sarapan Coto Makassar ^^; Di sana memang banyak pendatang orang Bugis, bahkan ada daerah yang jadi perkampungan Toraja. Sedangkan suku asli di Tarakan suku Tidung namanya.

Rumah dinas Pupule yang sekarang ada di tengah kota Tarakan, bukan di Juata Laut. Tapi tetap saja, banyak keluwing asik berjalan-jalan di dalam rumah :)). Satu kompleks dengan kantornya, hanya berjarak beberapa meter. Enak deh, mau ngantor tinggal loncat, jam istirahat bisa pulang dulu ke rumah *ngiri ;p*. Ada di atas bukit, jadi dari belakang rumah kelihatan pemandangan kota, plus laut di kejauhan.

Langit Tarakan jauuuuuh lebih luas daripada langit Jakarta *mungkin karena ga ada gedung-gedung tinggi*, dan lebih biru jernih, dengan gumpalan awan yang terlihat jelas *tak seperti langit Jakarta yang keabuan tertutup asap*. Bahkan, di suatu pagi, waktu kami jalan-jalan keliling kompleks, ada pelangi!

Apalagi langit pagi di Pantai Amal. Wuihhh. Pasir pantainya memang tidak seputih pantai-pantai lain. Dan karena laut lagi surut, pasirnya kotor. Tapi langitnya… indescribable.

Saya jatuh cinta pada langit Tarakan.

Dibandingkan langit Bogor? Hummmh, di Bogor banyak pohon, jadi hampir semua langit tertutup pohon. Dan di Bogor banyak angkot, jadi udaranya juga sudah tercemar asap. Dan di Bogor sering hujan *namanya juga kota hujan*, jadi langitnya sering berwarna mendung.

Di malam terakhir kami bakar-bakar ikan di halaman belakang rumah. Langit penuh bintang! Sayang kamera tak sanggup mengabadikan.

Empat hari di Tarakan, mengenang kisah 20 tahun yang lalu dan menulis kisah untuk dikenang 20 tahun mendatang. Tarakan, dulu dan sekarang…

7 thoughts on “Tarakan, Dulu dan Sekarang (part 2)

  1. paramitopia says:

    @ciwir semoga nanti kalau ke sana keindahannya tak berkurang ^^;

    @tania hayooo… pasti karna naksir ngeliat patung bekantan itu yaa ;p me like it too, jadi pengen jalan-jalan, foto-foto, terus ditulis lagi

  2. Ardiyan Wisnu says:

    Asli… Sy baca blognya semakin kangen akan kota Tarakan. Boleh tanya ga itu yang foto rumah dinasnya daerah peningki deket bandara juwata bukan yang deket dengan mess dan lapangan tennisnya dibawahnya? Klo bener ayahnya bekerja di kehutanan? Dulu saya tinggal di rumah situ antara thn 90-94. Kalo diinget-inget itu bangunan dan besi tempat tanaman ga berubah dari dulu hehehehe…biasa tempat sy manjat bersma temen-temen komplek.

    • Paramita says:

      Yep, betul! Ayah saya kerjanya di kehutanan 🙂 Waktu itu saya cuma liburan di Tarakan karena sebenarnya tinggal di Bogor, jadi lupa-lupa inget, tapi kayaknya iya bener, rumahnya dekat mess. Menyenangkan sekali rasanya waktu liburan di sana, jadi kangen juga…

Leave a Reply to tania Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *