Solo Travel, Kenapa Tidak?

Solo travel, bukan berarti jalan-jalan ke Solo ya.. maksudnya adalah travelling sendirian. Dan tentunya travelling ke tempat yang benar-benar asing, yang belum pernah kita kunjungi sebelumnya.

Jujur saja, saya banyak belajar dari pengalaman pertama saya yang bisa dibilang… terribile ;). Pengalaman yang sempat membuat saya menganggap bahwa solo travel itu ga enak, lebih enak jalan-jalan bareng teman *preferably teman yang punya kamera SLR ;p*But as they said… practice makes perfect. Dan saya pun jadi ketagihan ^^.

3 hari sendirian… cukup! 

Salah satu kerugian dari solo travel adalah, kita jadi gampang kesepian. Duduk nongkrong menikmati pemandangan bagus, lalu menerawang, pikiran jadi melayang kemana-mana. Ujung-ujungnya jadi galau deh, hihi. Walaupun biasanya nanti di hostel ketemu dengan para solo backpackers lainnya dan bisa dapat teman baru, tetap saja sih, kadang kangen mengobrol dengan teman yang sudah kenal lebih lama.

Jadi, saya menemukan formula bahwa saya bisa jalan-jalan sendirian maksimal 3 hari, lebih dari itu… mulai mewek, I want my friends :'(. Memang pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, hehe..

Rencanakan sedetail mungkin, dan siapkan plan B

Salah satu kesalahan saya waktu solo travel pertama itu adalah, tidak mengantisipasi masalah yang mungkin muncul, seperti: diusir dari stasiun tengah malam ga boleh menginap, dan terpaksa berkeliaran di jalan pagi-pagi buta *dengan suhu minus karena waktu itu masih winter* XD. Harusnya saya browsing dulu mencari informasi apakah stasiun itu buka 24 jam, atau setidaknya tahu letak hostel yang bisa didatangi tengah malam kalau-kalau ga bisa menginap di stasiun.

Pengalaman berikutnya, semua berjalan lancar. Di malam terakhir saya menginap di airport karena pesawat berangkat pagi jam 6, dan mau menghemat biaya. Saya pastikan dengan sepasti-pastinya bahwa: airport itu buka 24 jam dan memungkinan untuk tidur. Ini dia website yang sangat membantu: http://www.sleepinginairports.net/.

Walaupun belum sempat browsing tentang kota-kota yang saya kunjungi, tidak masalah karena ada 3 sumber informasi yang bisa diandalkan:

  1. Tourist Information Office di stasiun kereta atau di pusat kota. Hal pertama yang saya lakukan begitu tiba di kota tujuan adalah mencari Tourist Information Office atau sekedar Information booth, lalu meminta peta.
  2. Hostel Receptionist Guys. Saat check-in di hostel biasanya sang penjaga hostel ini memberikan peta dan informasi berharga seperti: tempat-tempat yang wajib dikunjungi, supermarket dan tempat makan terdekat, dsb. Kita pun bisa bertanya dengan bebas sebagai turis dan mereka pasti tahu jawabannya.
  3. Internet ^^ “What is the password for the wi-fi?” adalah hal pertama yang saya tanyakan saat check-in di hostel *tentunya saat booking hostel, wi-fi availability adalah faktor penentu*. Kecuali kalau jalan-jalannya ke tempat dimana 3G di nomor saya masih bisa aktif.

Dengan peta, informasi untuk turis, dan internet di tangan… sisihkan 1-2 jam untuk merencanakan rute jalan-jalan keliling kota. Enaknya sendirian, tujuan wisata sesuai dengan selera kita *saya lebih suka taman dan pemandangan dibanding museum ;p* plus ga ada yang protes. Dan jangan lupa… plan B!

Perempuan juga bisa membaca peta!

Ada anggapan bahwa kaum wanita tidak bisa membaca peta. Bah! Skill membaca peta ini bisa diasah kok. Kalau sudah beberapa kali jalan-jalan mengandalkan peta pasti lama-lama jago deh.

Walaupun biasanya kalau travelling bareng-bareng dan ada kaum pria, biasanya mereka yang memegang peta ;p. Ini hanya masalah ego (bagi kaum pria), dan kenyamanan (bagi kaum wanita). Saya sebagai salah satu dari kaum wanita sih mengaku malas membaca peta, mending ngikut aja, dan kalau salah jalan tinggal menyalahkan yang memegang peta, hihi. Sekali lagi.. kenyamanan.

Kalau travelling sendirian mau tidak mau ya harus fokus jalan-jalannya sambil sesekali melirik peta. Walaupun kadang seru juga jalan mengikuti ke mana kaki melangkah, sambil pikiran melayang-layang. Asal masih bisa menemukan orang yang bisa ditanya kalau sudah nyasar.

Self shot, tidak harus berpose alay

Ya ya, ini dia kerugian terbesar dari solo travel. Bisa dipastikan hampir semua isi memory card kamera adalah foto-foto pemandangan, dan hanya satu atau dua foto diri XD. Sebenarnya bisa sih ya minta tolong orang asing untuk mengambilkan foto kita, tapi apa daya, sifat asli saya pemalu jadi agak segan minta tolong ;p. Walaupun sebenarnya self shot juga bikin malu sih, menarik perhatian orang di sekitar, hihi.

Kadang susah kan ya mencari tempat strategis untuk meletakkan kamera lalu mengaktifkan timer. Jadi jangan lupa membawa senjata andalan… mini tripod! Padahal ya, saya sudah beli mini tripod lucu yang flexible dan reliable, GorillaPod! Sayang belum sempat dicoba karena lupa saya bawa T__T.

Self shot andalan: foto di cermin dan the power of timerAnd this is best that I can get ^^;

Cologne, the park

Mau makan apa, di mana?

Yang bikin ribet kalau travelling rame-rame adalah… menentukan tempat makan. Sebenarnya masing-masing pasti sudah punya selera, keinginan dan budget, tapi biasanya jawaban yang keluar adalah “terserah deh, gw ikut aja”. Jawaban paling aman ^^; Soalnya kalau jadi si pengambil keputusan, takut disalahkan kalau-kalau makanannya (atau harganya) tidak memuaskan.

Kalau sendirian… bebas! Lagi pengen hemat, tinggal pilih restoran fastfood, atau beli sandwich di supermarket terus makan di taman. Ingin lebih hemat lagi, masak Indomie di hostel *jadi bawaan wajib di kala travelling* ;). Atau kadang pengen berfoya-foya, menikmati makanan khas kota tersebut, tinggal masuk restoran.

Just you, the food, and the ambiance… Grab ’em and enjoy, that’s the key ^^

Let your mind flow, get lost in thought…

Inti dari solo travel ini sebenarnya adalah memberi kesempatan untuk berdialog dengan diri sendiri. Dari beberapa solo backpackers yang saya temui, mereka biasanya travelling sendirian setelah lulus dari highschool, dan masih bingung menentukan masa depan “mau jadi apa”. Atau yang sedang suntuk dan butuh refreshing.

Saya? Termasuk kedua-duanya, masih bingung mau melangkah ke mana setelah ini, dan butuh untuk meyakinkan diri bahwa saya bisa menyelesaikan apa yang sudah saya mulai. Solo travel memang bisa meningkatkan kepercayaan diri. You’ll feel like you can conquer everything after this kind of experience, trust me :). Like someone said, solo travel should be compulsory!

5 thoughts on “Solo Travel, Kenapa Tidak?

  1. alief says:

    Terakhir kali aku get lost in thought, tas isi laptopku ketinggalan entah dimana waktu di bandara Incheon, untung ketemu, dianterin di pesawat ^^;;

    • paramitopia says:

      hahah.. kalau udah di bandara atau stasiun kereta mah harus fokus, ga bisa get lost in thought lagi.. bisa2 ketinggalan pesawat/kereta, atau ya gitu, barangnya yang ketinggalan ^^;

      *tapi sama sih, nyaris lupa kalau bawa ransel, masih dititip di stasiun, padahal udah hampir naik bus, hihi*

  2. alexanderbenjamin says:

    Apa ya bahasa Indonesianya yang benar? Bagi sebagian orang, terutama yang belum terbiasa solo-traveling, pergi sendirian itu rasanya gimanaaa gitu. Tidak ada teman ngobrol sepanjang perjalanan, tidak ada yang bisa diajak berdiskusi soal harga, tidak ada yang dipeluk saat tidur *halah*. Ada yang merasa tidak nyaman tanpa teman berbincang, jadi solo-traveling akan terasa kurang menyenangkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *